HARIAN UMMAT | BOGOR — Penolakan terhadap kelompok LGBT (lesbian gay biseks dan transgender) kembali disuarakan oleh anggota majelis taklim di Bogor, Jawa Barat.
Kali ini, ratusan jamaah Majelis An Nisa menyuarakan penolakannya di momen pengajian rutin pekanan, Jumat (6/1/2023) di area pertemuan Restoran Pawon, Kota Bogor.
Sikap tersebut dalam rangka menyambut hasil Ijtima Ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor dan pernyataan sikap ulama dan tokoh di Kota Bogor yang menolak keras LGBT, juga adanya keresahan warga Bogor pada umumnya terhadap pelaku penyimpangan seksual yang semakin banyak jumlahnya.
“Kami warga Bogor menolak LGBT,” kata jamaah kompak yang dipimpin Ustaz Dadang Holiyulloh salaku narasumber dalam pengajian tersebut.
Selain itu, jamaah juga menagih janji Wali Kota Bogor Bima Arya yang pernah berjanji akan membuat aturan tegas terkait LGBT.
“Kami menagih janji wali kota untuk menerbitkan Perwali (peraturan wali kota) terkait LGBT,” lanjut jamaah.
Seperti diketahui, jauh hari sebelumnya, Wali Kota Bogor Bima Arya berjanji akan membuat aturan yang tegas terkait LGBT.
Pada 11 November 2018 lalu, Bima Arya berjanji di hadapan ulama dan ribuan masyarakat untuk membuat aturan yang tegas dalam memberantas prilaku penyimpangan seksual, prostitusi online dan kemaksiatan.
Saat itu, Bima menyebutkan ada tiga kesepakatan antara masyarakat dan jajaran pemerintahan kota Bogor.
Pertama, pemerintah daerah bersama dengan seluruh elemen masyarakat mulai dari ulama, tokoh agama, tokoh masyarakat sepakat memberantas penyimpangan seksual, prostitusi online dan kemaksiatan.
“Kedua, kami sepakat berkihktiar bersama DPRD membuat regulasi yang jelas kuat kokoh agar kemaksiatan LGBT bisa diberantas sampai akar-akarnya,” ujar Bima saat menyampaikan kesepakatan di depan masyarakat, 11 November 2018.
Kesepakatan ketiga, Bima meminta kepada Kementeriaan Komunikasi dan Informasi untuk menutup seluruh laman media sosial dan aplikasi yang membuka ruang untuk prostitusi online.
“Saya perintahkan camat, lurah, kepala dinas ikut mengawasi apartemen, kosan, dan restoran, agar tidak ada kemaksiatan di sana,” tegasnya.
Dalam perjalanannya, dengan berbagai upaya pengawalan dari elemen masyarakat, akhirnya pada tahun lalu, tepatnya 21 Desember 2021 terbitlah Perda P4S (Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual).
Dalam perda tersebut, disepakati bahwa Wali Kota Bogor harus mengeluarkan Perwali sebagai instrumen pelaksana paling lambat enam bulan setelah diterbitkan Perda P4S.
Namun hingga saat ini, sudah lebih dari setahun Perda tersebut, Wali Kota Bogor belum melaksanakan kesepakatan dengan menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Perda P4S. (SI)