HARIAN UMMAT, JAKARTA| Seusai menjalani puasa Ramadhan, momen yang ditunggu selanjutnya adalah sholat Idul fitri.
Sholat idul fitri merupakan amal khusus di hari raya idul fitri yang memiliki keistimewaan. Sehingga Rasul secara khusus memerintahkan kaum laki-laki dan perempuan hingga anak-anak untuk mengerjakannya.
Bahkan Rasulullah juga memerintahkan wanita haid menyaksikan meskipun harus menjauh dari tempat sholat.
Hukum sholat idul fitri sendiri, ada beberapa perbedaan pendapat dari dua mazhab, seperti Syaikh Abdurrahman Al Juzairi mengatakan dalam mazhab Hambali hukumnya fardhu kifayah bagi mereka yang telah wajib untuk sholat Jumat.
Sedangkan mazhab Hanafi, sholat idul fitri hukumnya fardhu ‘ain bagi mereka yang telah wajib untuk Sholat Jumat. Sehingga yang tidak mengerjakannya akan mendapat dosa.
Sementara menurut hadist Aisyah Rodiallah hu anhu, mneyebutkan :
أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَ فِيْ عِيْدَيْنِ العَوَاطِقَ وَالْحُيَّضَ لِيَشْهَدْناَ الخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِيْنَ وَتَعْتَزِلَ الْحُيَّضُ الْمُصَلِّى
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami keluar menghadiri shalat ‘id bersama budak-budak perempuan dan perempuan-perempuan yang sedang haid untuk menyaksikan kebaikan-kebaikan dan mendengarkan khuthbah. Namun beliau menyuruh perempuan yang sedang haid menjauhi tempat shalat. (HR. Bukhari dan Muslim)
Niat Sholat Idul Fitri
Di dalam hadits, tidak dijumpai bagaimana lafadz niat sholat idul fitri. Rasulullah dan para sahabat biasa mengerjakan ibadah dengan niat tanpa dilafadzkan.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam kitabnya Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan, semua ulama sepakat bahwa tempat niat adalah hati.
Melafadzkan niat bukanlah syarat, namun menurut jumhur ulama hukumnya sunnah karena membantu hati dalam menghadirkan niat. Sedangkan menurut mazhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafadzkan niat karena tidak bersumber dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Berikut ini lafadz niat sebagai makmum:
اُصَلِّى سُنَّةً عِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى
(usholli sunnatan ‘iidil fithri rok’ataini ma’muuman lillaahi ta’aalaa)
Artinya:
Saya niat sholat sunnah idul fitri dua raka’at sebagai ma’mum karena Allah Ta’ala
Sedangkan untuk imam, lafadz niatnya sebagai berikut:
اُصَلِّى سُنَّةً عِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ إِمَامًا للهِ تَعَالَى
(usholli sunnatan ‘iidil fithri rok’ataini imaaman lillaahi ta’aalaa)
Artinya:
Saya niat sholat sunnah idul fitri dua raka’at sebagai imam karena Allah Ta’ala
Waktu dan Tempat Shalat
Shalat idul fitri disyariatkan dikerjakan secara berjamaah. Tempatnya lebih afdhol (utama) di tanah lapang, kecuali jika ada udzur seperti hujan.
Hujjahnya, Rasulullah biasa mengerjakan sholat ‘id di tanah lapang meskipun ada Masjid Nabawi yang pahala shalat di dalamnya dilipatgandakan 1.000 kali lipat. Sebagaimana hadits dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha menuju tanah lapang. (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa hadits tersebut menjadi dalil bahwa shalat ‘id di tanah lapang lebih utama daripada di masjid. Kecuali penduduk Makkah yang selalu mengerjakan shalat ‘id di masjidil haram.
Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa Rasulullah selalu mengerjakan shalat id di lapangan kecuali satu kali beliau mengerjakan di Masjid yakni ketika turun hujan.
Sedangkan dalam Fikih Manhaji Mazdhab Syafii, tempat shalat id terbaik adalah di tempat yang banyak menampung jamaah. Jika daya tampungnya sama, masjid lebih utama dari pada lapangan karena kaum muslimin bisa mendapat dua pahala yakni dari shalatnya dan keberadaannya di masjid.
Menurut Mazhab Syaf’i, Rasulullah sholat id di tanah lapang karena waktu itu masjid Nabawi sempit tidak bisa menampung seluruh jamaah yang terdiri dari kaum laki-laki, perempuan dan anak-anak.
Sedangkan mengenai waktu shalat idul fitri, menurut jumhur ulama, mulai dari matahari setinggi tombak sampai waktu zawal (matahari bergeser ke barat).
Ibnu Qudamah dan Syaukani menjelaskan bahwa disunnahkan untuk melambatkan shalat Idul Fitri agar terbuka kesempatan luas untuk mengeluarkan zakat fitrah. Mengenai sunnah ini disebutkan tidak ada ulama yang berbeda pendapat.
Mandi Shalat Idul Fitri dan Sunnah Lainnya
Ada sejumlah hal yang dianjurkan untuk dilaksanakan baik sebelum maupun sesudah shalat idul fitri. Di antaranya adalah delapan hal berikut ini:
1. Mandi sholat idul fitri sebelum berangkat
Rasulullah biasa mandi sebelum berangkat shalat ‘id. Demikian pula para sahabat.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الأَضْحَى
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mandi pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. (HR. Ibnu Majah)
2. Memakai pakaian terbaik
Rasulullah mengenakan pakaian terbaik ketika shalat ‘id. Beliau juga memerintahkan sahabat mengenakan pakaian terbaik. Sebagaimana hadits dari Hasan As Sibhti:
أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في العيدين أن نلبس أجود ما نجد ، وأن نتطيب بأجود ما نجد
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami agar pada hari raya mengenakan pakaian terbagus dan wangi-wangian terbaik. (HR. Hakim)
3. Memakai wewangian
Dianjurkan menggunakan wewangian, khususnya bagi pria, sebagaimana hadits di atas. Adapun bagi kaum muslimah, sebaiknya tidak menggunakan parfum yang baunya tajam karena ada hadits yang melarangnya.
4. Mengajak keluarga dan anak-anak
Sebagaimana hadits yang disebutkan tepat di atas judul niat shalat idul fitri di atas, Rasulullah memerintahkan seluruh wanita untuk menghadiri sholat id. Demikian pula riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ketika masih kecil turut shalat id.
5. Takbiran saat menuju tempat shalat
Disunnahkan takbiran saat berangkat menuju tempat sholat. Di antara lafazh takbir, boleh dua kali takbir, boleh pula tiga kali takbir.
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Artinya:
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada ilah kecuali Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala pujian hanya untuk-Nya
6. Berjalan kaki
Dianjurkan berjalan kaki baik saat pergi maupun pulang. Tidak naik kendaraan kecuali ada hajat, misalnya sangat jauh. Sebagaimana hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَخْرُجُ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ مَاشِيًا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘id dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang. (HR. Ibnu Majah)
7. Melewati jalan yang berbeda
Disunnahkan pula mengambil jalan berbeda saat pergi dan pulang. Sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu:
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘id, beliau lewat jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang. (HR. Bukhari)
8. Melambatkan mulainya sholat idul fitri
Salah satu sunnah shalat idul fitri adalah melambatkan dimulainya sholat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kaum muslimin mengeluarkan zakat fitrah.
Tata cara sholat idul fitri
Sholat idul fitri dikerjakan secara berjamaah. Setelah shalat selesai ditunaikan, khatib menyampaikan khutbah. Ini berbeda dengan urutan pada shalat Jumat yang khutbahnya disampaikan terlebih dulu, setelah itu baru sholat.
Berikut ini beberapa hal terkait pelaksanaan shalat
1. Tidak ada shalat qobliyah dan ba’diyah
Sholat idul fitri tidak didahului dengan sholat sunnah qobliyah dan tidak pula diakhiri dengan sholat sunnah ba’diyah. Sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَرَجَ يَوْمَ أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada hari Idul Adha atau Idul Fitri, lalu beliau mengerjakan shalat ‘ied dua raka’at, namun beliau tidak mengerjakan shalat qobliyah maupun ba’diyah. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Tidak ada adzan dan tidak ada iqomah
Sholat idul fitri tidak didahului dengan adzan, tidak pula ada iqomah. Sebagaimana hadits dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu:
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْعِيدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلاَ مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ
Aku beberapa kali melaksanakan shalat ‘ied bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada adzan maupun iqomah.
Secara praktis, tata cara shalat idul fitri adalah sebagai berikut, dikutip dari laman resmi Kemenag RI :
RAKAAT PERTAMA
Membaca niat
Takbiratul ihram
Baca doa iftitah.
Takbir tambahan sebanyak (7 kali)
Membaca zikir saat jeda antara takkbir
Surat Al-Fatihah
Membaca surat Al A’la
Rukuk dengan thuma’ninah
Tasbih rukuk (3 kali)
I‘tidal dengan thuma’ninah.
Doa i’itidal
Sujud dengan thuma’ninah.
Tasbih sujud (3 kali)
Duduk di antara dua sujud dengan thuma’ninah.
Doa duduk di antara dua sujud
Sujud dengan thuma’ninah.
Tasbih sujud (3 kali).
Duduk istirahat sejenak (sedurasi bacaan subhānallāh) sebelum bangun untuk melaksanakan rakaat kedua.
Takbir intiqal (takbir yang mengiringi bangun dari posisi duduk ke posisi diri).
RAKAAT KEDUA
Takbir tambahan sebanyak 5 kali sebelum membaca Surat Al-Fatihah.
membaca zikir saat jeda takbir
Rukuk dengan thma’ninah.
Tasbih rukuk (3 kali).
I‘tidal dengan thuma’ninah.
Doa i’itidal
Sujud dengan thuma’ninah.
Tasbih sujud (3 kali)
Duduk tasyahud akhir (tawwaruk)
Membaca tasyahud akhir
Salam