PALU, SULAWESI TENGAH (HU) — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Kantor Perwakilan Komnas HAM Sulawesi Tengah melakukan pemantauan dan penyelidikan serius terhadap peristiwa tewas tertembaknya seorang demonstran di Parigi Moutong.
Komnas HAM dalam siaran pers menyatakan, pemantauan dan penyelidikan itu dilakukan setelah menerima laporan tentang tewas tertembaknya seorang pengunjuk rasa dalam aksi menolak tambang emas di Parigi Moutong, pada Sabtu pekan lalu (12/2).
Komnas HAM menyampaikan keprihatinan atas terjadinya aksi kekerasan hingga jatuhnya korban jiwa, dan mendorong evaluasi terhadap penanganan aksi unjuk rasa oleh Polres Parigi Moutong, serta penegakan hukum bagi siapa saja yang terbukti melakukan pelanggaran.
“Komnas HAM mendorong segala tahapan dan proses pengungkapan itu dilakukan secara transparan dan terbuka,” kata Kepala Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Sulawesi Tengah Dedi Askary dihubungi VOA, Sabtu (19/2) malam.
Komnas HAM juga memberi perhatian terhadap proses pemanggilan saksi oleh pihak kepolisian dan berharap pemanggilan ini dihentikan. Hal ini penting untuk membangun cooling system guna membangun kondusivitas.
“Hingga malam Sabtu (18/2) sangat banyak masyarakat menghubungi kami mengabarkan bahwa mereka itu posisi diburu-buru oleh aparat kepolisian di Polsek Kasimbar, kemudian ada yang mengalami keluarganya datang ditemui satu persatu oleh aparat kepolisian Kasimbar itu menitip pesan yang sangat kental nuansa teror dan intimidasinya,” papar Dedi Askary yang mengharapkan polisi sebaiknya fokus terlebih dahulu pada pengungkapan pelaku penembakan.
Terkait penolakan tambang emas, Komnas HAM akan mendalami lagi kasus ini, karena masyarakat sekitar telah menyampaikan penolakan sejak 2012.
Pembubaran Massa Sesuai SOP
Kapolda Sulteng Irjen Pol. Rudy Sufahriadi dalam rapat terbatas dengan anggota Komisi III DPR RI, Jumat (18/2) di Palu menyatakan pelaksanaan pembubaran masa unjuk rasa yang melakukan pemblokiran jalan telah dilaksanakan sesuai Standard Operating Procedure (SOP).
“Tetapi saya yakin ada oknum anggota yang melakukan pelanggaran SOP,” Kata Irjen Pol Rudy Sufahriadi dalam pertemuan yang berlangsung di Ruang Rupatama Polda Sulteng dilansir dari siaran pers Humas Polda Sulteng.
Ditegaskan Rudy, Polda Sulteng telah terlebih dahulu berupaya melakukan penegakkan hukum terhadap pelanggar SOP, baru kemudian penegakan hukum ke luar.
Tujuh belas personil di Polres Parigi Moutong telah diperiksa oleh penyidik profesi dan pengamanan (propam) Polda Sulteng. Lima belas pucuk senjata api juga telah diperiksa oleh Laboratorium Forensik Makassar sejak Kamis (17/2). Uji balistik itu diperkirakan akan berlangsung hingga empat hari.
Warga Khawatirkan Dampak Tambang Emas
Komisi III DPR RI pada Kamis (17/2) melakukan pertemuan dengan perwakilan warga dari Kecamatan Toribulu, Kasimbar dan Tinombo Selatan di Kabupaten Parigi Moutong. Dalam pertemuan dengan anggota Komisi III DPR RI itu, warga menjelaskan aksi pemblokiran jalan terjadi saat mereka menggelar aksi demonstrasi penolakan terbitnya izin usaha pertambangan (IUP) tambang emas seluas 15.725 hektare. Meskipun tambang emas itu belum dioperasikan, warga khawatir keberadaan tambang emas nantinya akan merusak sumber air bersih dan persawahan.
“Ada sekitar dua ribu lebih hektare sawah yang akan rusak ketika pertambangan itu hadir di Tinombo Selatan, Kasimbar dan Toribulu. Ini yang kami pertahankan,” kata Agung Alfianto Lamakanca, yang berasal dari Desa Tada Kecamatan Tinombo Selatan. Menurutnya bila sawah-sawah rusak maka akan banyak keluarga yang kehilangan lapangan pekerjaan.
Dalam pertemuan itu warga menyampaikan harapan agar Komisi III DPR RI dapat meneruskan aspirasi mereka kepada pemerintah pusat di Jakarta. [sumber: VOA]